Xiaomi Mengaku Rugi Rp 15 Triliun

Malline

Sebulan paska pengajuan penawaran umum saham perdana (initial public offering/ IPO), Xioami mengakui alami kerugian keuangan sebesar tujuh miliar yuan (sekitar Rp 15,2 triliun) pada kuartal pertama 2018. Pengakuan tersebut muncul dalam dokumen setebal 621 halaman yang dipersiapkan untuk IPO. Untuk diketahui, pengajuan IPO Xiaomi adalah yang paling besar sejak 2014, setelah Alibaba Group.

Xiaomi menargetkan setidaknya 10 miliar dollar AS (sekitar Rp 139,7 triliun) untuk mencapai valuasi 100 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.397 triliun). Dokumen tersebut digunakan untuk mengajukan China Depository Security (CDR) sebagai bagian dari daftar ganda, termasuk setengahnya diincar dari China daratan. Dalam dokumen tersebut, dilaporkan pendapatan Xiaomi naik ke angka 34 miliar yuan (sekitar Rp 74,2 triliun) pada tiga bulan pertama tahun ini.

Vendor smartphone China ini juga mencatat profit 1.038 miliar yuan (sekitar 2.267 triliun) ketika one-time items tidak disertakan. On-time items dimaksudkan sebagai laporan laba-rugi yang tidak berulang dan tidak dianggap sebagai bagian dari operasi bisnis perusahaan.


Xiaomi berada di posisi keempat sebagai vendor smartphone dengan pengapalan global terbesar menurut riset dari IDC. Pendapatan utama Xiaomi berasal dari negaranya sendiri, tapi Xiaomi tak bergantung pada pasar China semata.

Merek Xiaomi juga semakin populer di India dan menjadikannya vendor smartphone dengan pangsa pasar nomor satu.

Xiaomi pun percaya diri menyasar pasar Eropa dan AS. 30 persen dari IPO Xioami akan semakin menguatkan bendera Xiaomi di kawasan Asia Tenggara, Eropa dan Rusia.

Saat ini, Xiaomi mengklaim telah menjual produknya ke 74 negara, termasuk AS di mana Xiaomi menjual aksesori dan item non-smartphone.

Tahun 2017, penjualan unit Xiaomi di China mewakili 72 persen. Angka ini menurun dari capaian tahun 2015 dan 2016 yang secara berturut-turut mencapai 94 persen dan 87 persen.