Prabowo Militer

Prabowo Mandatkan Militer Kelola Industri Farmasi

Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas dan tidak biasa dengan memberikan mandat langsung kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mengelola pabrik farmasi dan distribusi obat generik ke masyarakat. Kebijakan ini akan mulai dijalankan pada Oktober dan menargetkan penurunan harga obat hingga 50% melalui distribusi di 80.000 koperasi di seluruh Indonesia. Langkah ini didorong oleh kebutuhan mendesak menekan biaya kesehatan dan meningkatkan akses obat murah, namun juga menuai kritik keras dari kelompok hak asasi manusia serta pengamat sipil karena dinilai melanggar batas peran militer dalam sektor publik.

Latar Belakang Kebijakan Farmasi

Kenaikan harga obat yang terjadi selama beberapa tahun terakhir menjadi keluhan utama masyarakat Indonesia, terutama di wilayah terpencil. Pandemi Covid-19 mempertegas lemahnya rantai pasok farmasi nasional. Pemerintah menilai, jaringan logistik TNI dan koperasi yang tersebar di seluruh negeri bisa memperbaiki distribusi serta menurunkan harga obat secara signifikan.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, harga rata-rata obat generik di pasaran nasional masih 2-3 kali lipat lebih mahal dibanding negara-negara tetangga. Pemerintah juga mencatat banyaknya pabrik farmasi BUMN yang tidak efisien sehingga diambil alih TNI untuk optimalisasi produksi dan efisiensi biaya.

Advertisements

Rencana Implementasi dan Skema Distribusi

Langkah strategis ini mencakup pengelolaan enam pabrik farmasi BUMN oleh TNI, yang meliputi PT Kimia Farma, PT Indofarma, dan beberapa anak usaha lain. Proses distribusi akan difokuskan lewat 80.000 koperasi negara yang siap menyalurkan obat generik dengan harga subsidi. Pemerintah menargetkan harga jual obat turun minimal 50% dari harga ritel tertinggi, sehingga lebih terjangkau bagi keluarga berpenghasilan rendah.

Pemerintah juga membentuk tim pengawas lintas kementerian, melibatkan Kemenkes, BPKP, dan lembaga independen untuk mengawasi pelaksanaan serta mencegah potensi penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi. Proses distribusi akan terintegrasi dengan sistem digitalisasi data pasien dan pemantauan rantai pasok secara real time.

Respons Publik dan Kritik HAM

Di tengah antusiasme publik, kebijakan Prabowo mandatkan militer kelola industri farmasi langsung memantik kontroversi. Kelompok HAM dan masyarakat sipil menyampaikan kekhawatiran akan potensi pelanggaran prinsip reformasi militer yang membatasi peran TNI hanya pada urusan pertahanan dan keamanan.

Kritik juga datang dari asosiasi farmasi dan pengamat ekonomi, yang menilai kebijakan ini bisa mengganggu kompetisi sehat dengan industri farmasi swasta. Mereka menyoroti potensi distorsi pasar jika produk farmasi militer disubsidi besar-besaran. Selain itu, banyak pihak mengingatkan pentingnya transparansi, audit terbuka, dan exit strategy agar pengelolaan farmasi bisa kembali ke ranah sipil setelah rantai distribusi nasional dinilai stabil.

Pembelajaran dari Negara Lain

Keterlibatan militer dalam sektor ekonomi bukanlah hal baru secara global. Negara seperti Venezuela dan Mesir pernah menerapkan skema serupa, namun menghadapi tantangan tata kelola dan munculnya ekonomi oligarkis. Indonesia perlu memastikan sistem pengawasan berjalan optimal agar manfaat kebijakan dirasakan masyarakat tanpa menimbulkan ekses negatif jangka panjang.

Pengawasan dan Langkah Pemerintah ke Depan

Untuk memastikan kebijakan berjalan sesuai target, pemerintah merancang Peraturan Presiden yang membatasi wewenang militer dan menekankan audit eksternal. Partisipasi masyarakat dan pelaku usaha farmasi swasta tetap dijamin, sedangkan inovasi dan keberlanjutan sistem kesehatan menjadi prioritas utama dalam jangka panjang.

Langkah berani Prabowo mandatkan militer kelola industri farmasi membuka peluang besar bagi perbaikan akses obat murah, namun tetap membutuhkan pengawasan, transparansi, serta partisipasi publik. Seluruh kebijakan ini kini menjadi cerminan ujian besar apakah Indonesia mampu menjaga keseimbangan antara efektivitas, prinsip demokrasi, dan hak masyarakat atas kesehatan yang terjangkau.

Related Articles

Responses