Problem Married by Accident (MBA) Di Kaum Muda

Isu Married by Accident (MBA) menjadi problematika kaum urban. Istilah MBA identik dengan perkawinan di bawah umur. Permohonan dispensasi nikah marak terjadi di beberapa wilayah di Indonesia diantaranya adalah Kabupaten Maros, Hamil di luar hubungan pernikahan yang sah dan resmi menjadi penyebab bermunculannya kasus-kasus perkawinan dini.

Insiden MBA terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya edukasi seks yang buruk. Masyarakat kita masih menganggap seksualitas tabu.Pandangan tentang belum lazimnya memberi pendidikan seks menyebabkan sulitnya mendobrak kegagapan akan pendidikan seks. Padahal akses informasi kini hanya segenggaman tangan. Akhirnya akses informasi tanpa batas yang kebablasan diadopsi tidak tepat dan memberi dampak negatif.

Di Indonesia insiden MBA masih sulit diterima sehingga seringkali dengan melanggengkan budaya pernikahan dini seakan menjadi solusi demi menyelamatkan nama baik keluarga. Menikah akibat terjerumus insiden MBA pun menuai banyak problematika tersendiri. Kehamilan sebelum menikah menjadi permasalahan yang memprihatikan. Ironisnya, tanpa disadari hal ini terjadi di sekitar kita.


Masa remaja seperti sekarang ini masih memerlukan gizi yang mengoptimalkan perkembangan tubuh. Kehamilan yang tidak direncanakan meningkatkan risiko kematian ibu dan memicu peningkatan angka kematian bayi, kelahiran prematur dan berat badan bayi rendah. Tanggungan malu akibat hamil di luar nikah juga memungkinkan terbatasnya akses layanan kesehatan semasa hamil sehingga risko komplikasi medis dapat terjadi.

Kondisi hamil dan kelak akan melahirkan memaksa perempuan muda untuk berhenti menerima pendidikan formal di sekolah. Menikah karena hamil pranikah umumnya memaksakan perempuan pada situasi tidak melanjutkan sekolah. Kebanyakan sekolah memiliki kebijakan drop out jika siswa ketahuan hamil. Siswa hamil kerap mendapat beragam stigma negatif baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan luar sekolah.

Kasus MBA masih direspons negatif oleh masyarakat kita. Stigma negatif yang melekat pada orang dengan kasus MBA membuat mereka dicaci, dimaki, dipandang negatif, dan mendapat diskriminatif. Kelompok discreditable stigma sering diabaikan dan disisihkan secara sosial. Sanksi sosial dinilai setimpal sebagai hukuman mereka yang melanggar norma sosial.

Bukan saja “dihadiahi” sanksi sosial dalam masyarakat, orang dengan kasus MBA juga memperoleh stigma diri sebagai hasil dari penilaian orang lain. Dampak psikologis yang hadir seperti merasa bersalah, depresi, kehilangan kepercayaan diri, dan low self-esteem. Parahnya, kehamilan pranikah juga memicu tidakan bunuh diri dan aborsi.

Ketidaksiapan menjadi orang tua di usia muda mempengaruhi kepribadian.Usia remaja yang cenderung labil dengan finansial yang tidak stabil sangat memungkinkan perceraian, Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan angka kriminalitas. Putus sekolah kian mempersempit kesempatan mendapat pekerjaan dan kehidupan yang layak. Oleh karena itu, keluarga dan masyarakat sebagai support system diharapkan mampu memberi dukungan kepada remaja yang married by accident agar memperoleh masa depan yang berkualitas.

Perkawinan dini menjadi gerbang terhadap berbagai kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Kehamilan pranikah, ketidaksiapan mental menjadi orang tua, dan hilangnya kesempatan anak untuk mendapat pendidikan menjadi masalah bersama yang tidak boleh diabaikan. Perkawinan dini bukanlah solusi terbaik dari masalah tersebut. Mari bersama membangun kesadaran akan pencegahan perkawinan anak.