Dokter Tak Sarankan “Metode BLW” untuk Pemberian Makan pada Bayi

malline

Istilah Baby Led Weaning (BLW) untuk pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) belakangan ini mendadak populer, terutama setelah pilihan seorang penyanyi untuk menerapkan BLW pada bayinya menuai pro dan kontra di media sosial.

Metode BLW adalah sebuah alternatif pemberian MPASI yang membiarkan bayi memilih dan makan makanan padat sendiri dengan tangannya. Lewat metode ini proses pemberian makanan berbentuk bubur saat memperkenalkan MPASI tidak dilakukan, melainkan langsung menggunakan makanan padat yang bisa digenggam bayi.

Menurut dr.Lucia Nauli Simbolon, Sp.A, metode BLW dipelopori oleh Gill Rapley sekitar 10-15 tahun lalu. “Ide awalnya adalah konsep back to nature, yaitu bayi akan menyapih sendiri selepas ASI eksklusif,” katanya dalam acara temu media di Jakarta (4/9/2017).


Sejumlah ahli yang setuju dengan metode ini mengatakan, BLW akan membantu bayi lebih mandiri karena tidak ada campur tangan orangtua dalam memilih dan menyuapi.

Anak yang dibiarkan memilih makanannya sendiri juga dipercaya akan tumbuh menjadi anak yang gampang makan apa saja, termasuk sayur dan buah.

Kendati demikian, menurut Lucia para dokter tidak menganjurkannya karena manfaat BLW belum pernah diteliti dalam skala besar. Studi-studi tentang BLW juga baru sebatas studi observational dalam kelompok-kelompok kecil.

“Karena itu kami dokter anak berpandangan bahwa dalam pemilihan metode MPASI tetap berpedoman pada panduan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, yaitu ASI eksklusif 6 bulan dan mulai diperkenalkan pada makanan lembek, lalu secara bertahap makanan kasar sampai usia 12 bulan anak siap dengan makanan keluarga,” kata dokter dari RS Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta ini.

Ia menambahkan, metode pemberian ASI memang menjadi hak prerogratif ibu, tetapi tetap harus memperhatikan beberapa hal. “Usia bayi sampai 2 tahun adalah periode tumbuh kembang emas, yang paling krusial pada periode ini adalah nutrisi,” katanya.

Menurut Lucia, yang terpenting dalam pemberian MPASI adalah kecukupan nutrisinya.

“Saat ASI eksklusif berakhir, kebutuhan gizi anak tidak dapat lagi dipenuhi melalui ASI sehingga harus didapatkan dari makanan pendamping. Jumlahnya harus cukup, dari variasi gizi harus mengandung  kandungan energi, protein, makronutrien, mikronutrien,” katanya.

Jika bayi mendapatkan MPASI dengan metode BLW, dikhawatirkan ia tidak mendapat nutrisi dalam jumlah yang cukup.

“Biasanya menu dalam BLW adalah buah atau sayuran yang dikukus. Padahal bayi juga butuh protein hewani sebagai sumber zat besi, tidak mungkin kan bayi diberi daging berbentuk padat,” katanya.

Selain itu, bayi berusia kurang dari setahun belum terlalu mahir mengunyah karena giginya juga belum lengkap. Mereka belajar makan dengan menghisap-hisap makanan yang digenggamnya sehingga ada risiko jumlah yang masuk ke dalam tubuhnya hanya sedikit.

“Bayi juga perlu menelan dalam jumlah yang cukup, bukan hanya menghisap makanannya,” katanya.

Pemberian makanan pendamping ASI pada bayi juga harus disesuaikan dengan kemampuan fisik, oromotorik, kesiapan saluran pencernaan, dan juga emosi anak.

“Dari segi kesiapan fisik misalnya anak sudah bisa duduk tegak, refleks mengeluarkan lidah sudah berkurang, dan kepala sudah tegak,” paparnya.

Sementara itu, kemampuan oromotorik bayi ditandai dengan tumbuhnya gigi. Di usia 8 bulan pada umumnya lidah bayi sudah bisa menggeser makanan sehingga mengurangi risiko tersedak.

Dari sisi psikologis misalnya ada perpindahan dari reflektif ke imitatif (menirukan), anak sudah mandiri dan banyak melakukan gerakan eksploratif, ada keinginan makan dengan cara membuka mulut, rasa lapar dengan memajukan tubuhnya ke depan atau tidak berminat dengan menarik tubuh.

Ditambahkan oleh drg.Andria Diarti SpKGA, kemampuan mengunyah sangat terkait dengan pertumbuhan gigi sehingga pengenalan makanan padat pertama sebaiknya dimulai dengan makanan lunak.

“Ketika pemberian MPASI dengan metode BLW beresiko menyebabkan kekurangan nutrisi, akan berdampak pada pertumbuhan gigi anak,” kata Andria.

Walau begitu, pemberian makanan bertekstur padat menurut Andria bisa merangsang pertumbuhan gigi karena lengkung gigi yang bertambah saat ada tekanan pada gusi.