WHO Peringatkan Munculnya Subvarian COVID-19 Paling Menular, Minta Data China

covid 19

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan keprihatinan akan kemunculan subvarian omicron baru dari virus corona yang paling mudah menular, serta mendesak informasi terperinci seputar lonjakan COVID-19 dari pemerintah China pada Rabu (4/1).

Keprihatinan ini disampaikan Pimpinan Teknis COVID-19 di WHO, Maria Van Kerkhove. Dia menyinggung penurunan pengawasan global terhadap virus corona, peningkatan kematian akibat COVID-19 di seluruh dunia, dan data yang tidak lengkap dari China.

“Tidak hanya sekadar mengetahui varian apa saja yang beredar. Kami membutuhkan komunitas global untuk menilai ini, untuk melihat mutasi demi mutasi untuk menentukan apakah ada varian baru yang beredar,” terang dia.


Direktur Eksekutif WHO untuk Kedaruratan Kesehatan, Michael Ryan, mengaku bertemu dengan pejabat kesehatan negara itu pada pekan lalu. Dia kemudian menegaskan kembali kekhawatiran tentang data China, termasuk definisi sempit tentang kematian akibat COVID-19.

A medical worker takes a swab sample at a testing booth for coronavirus disease (COVID-19), after the government gradually loosened restrictions on COVID-19 control, in Wuhan, Hubei province, China December 9, 2022. REUTERS/Martin Pollard

Bulan lalu, Associated Press menyebut hanya kematian akibat pneumonia atau gagal pernapasan yang dihitung dalam data resmi kematian akibat COVID-19 China. Pihak berwenang setempat juga sudah berhenti melacak kasus infeksi tanpa gejala.

Definisi tersebut memicu rasa frustrasi sejumlah pejabat kesehatan di luar negeri yang sedang bersiap menghadapi potensi mutasi dari wabah besar. Kriteria ini turut meningkatkan kecurigaan bahwa data resmi tidak mencerminkan kenyataan di lapangan.

Menurut WHO, China memiliki setidaknya 120.000 kasus infeksi mingguan baru pada Desember 2022. Selama periode itu, jumlah kematian mingguan berkisar antara 240 dan 440.

Namun, laporan mengenai bangsal rumah sakit, rumah duka, dan krematorium yang penuh sesak mengalir dari seluruh negeri.

Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, lantas mendesak data rawat inap yang lebih cepat, teratur, dan dapat diandalkan dari China.

“Kami percaya bahwa angka yang dipublikasikan dari China saat ini kurang mewakili dampak sebenarnya dari penyakit ini dalam hal penerimaan rumah sakit, dalam hal penerimaan ICU dan khususnya dalam hal kematian,” ungkap Ryan.

People wear protective face shields enter the Beijing Railway Station as the annual Spring Festival travel rush starts, amid the coronavirus disease (COVID-19), ahead of the Chinese Lunar New Year, in Beijing, China January 7, 2023. REUTERS/Tingshu Wang

China mengatakan, versi dominan dari virus corona di negara itu sekarang adalah subvarian Omicron BA.5. Subvarian ini berbagi mutasi yang sama dengan subvarian omicron BA.2.

Menurut penelitian dari Inggris dan Austria dan diterbitkan dalam jurnal Nature, masing-masing subvarian tersebut memiliki sifat unik.

Sementara itu, XBB yang merupakan rekombinan dari sublineage BA.2.10.1 dan BA.2.75 dominan di timur laut Amerika Serikat (AS).

Profesor kesehatan masyarakat di University of Otago, Michael Baker, meyakini gelombang XBB.1.5 tampaknya mungkin terjadi. Tetapi, butuh waktu berminggu-minggu untuk melihat apakah XBB.1.5 menyebabkan gejala yang lebih parah daripada versi sebelumnya.

Sebab, rawat inap dan kematian terjadi setelah peningkatan infeksi. Pakar kesehatan membutuhkan waktu untuk menghitung berapa banyak dari kasus tersebut yang dapat dikaitkan dengan XBB.1.5.

“Seperti yang telah kita lihat dengan varian Omicron secara umum, tingkat penularannya yang tinggi berarti di banyak negara, itu menyebabkan lebih banyak penyakit dan kematian daripada varian sebelumnya,” kata dia.