Risiko dan Tantangan Akuisisi BUMN di Tengah Kompleksitas Bisnis Global
Proses akuisisi merupakan strategi penting dalam dunia bisnis yang digunakan perusahaan untuk memperluas pangsa pasar, memperkuat posisi di industri, atau mendapatkan aset strategis. Namun, tidak semua upaya akuisisi berjalan lancar, terutama ketika dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Proses ini tidak hanya menghadapi tantangan bisnis tetapi juga risiko hukum dan politik. Dalam konteks BUMN, apa saja tantangan dan risiko yang dihadapi selama proses akuisisi? Mari kita bahas lebih lanjut.
Apa Itu Akuisisi dan Siapa yang Terlibat?
Akuisisi adalah proses ketika sebuah perusahaan mengambil alih saham atau aset perusahaan lain untuk mendapatkan kontrol atau mengintegrasikan perusahaan tersebut ke dalam operasional mereka. Contohnya, baru-baru ini 7-Eleven menolak tawaran akuisisi dari Circle K. Jika kesepakatan terjadi, Circle K bisa menguasai hingga 20% pasar toko serba ada di Amerika Serikat. Namun, seperti kebanyakan akuisisi, proses ini tidak selalu mudah.
Di Indonesia, PT Bukit Asam, salah satu BUMN terkemuka di sektor pertambangan, sempat terlibat dalam kontroversi setelah mengakuisisi PT Satria Bahana Sarana. Proses ini berujung pada tuduhan korupsi, meskipun pada akhirnya petinggi perusahaan tersebut dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan.
Mengapa Akuisisi BUMN Lebih Rumit?
Proses akuisisi di BUMN kerap kali lebih rumit dibandingkan perusahaan swasta. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:
1. Intervensi Politik: Akuisisi di BUMN sering melibatkan kepentingan politik dan non-bisnis, yang dapat mempengaruhi keputusan strategis dan membuat proses lebih lambat serta kompleks.
2. Risiko Hukum: BUMN sering kali berada di bawah pengawasan ketat publik dan regulator, sehingga risiko hukum lebih tinggi. Kasus PT Bukit Asam adalah contoh bagaimana akuisisi bisa berubah menjadi permasalahan hukum yang serius.
3. Perbedaan Budaya: Sama seperti perusahaan swasta, BUMN juga menghadapi tantangan besar ketika melakukan akuisisi dengan perusahaan yang memiliki budaya kerja berbeda. Hal ini sering kali menjadi penyebab utama kegagalan integrasi perusahaan.
Bagaimana Perusahaan Multinasional Mengelola Risiko?
Perusahaan multinasional yang sukses melakukan akuisisi umumnya mengelola risiko melalui beberapa strategi, seperti:
• Perencanaan dan Proses Due Diligence: Proses ini dilakukan dengan sangat cermat untuk mengevaluasi aspek keuangan, operasional, dan budaya dari perusahaan yang akan diakuisisi.
• Pembentukan Tim Ahli: Tim yang terdiri dari ahli di berbagai bidang seperti hukum, keuangan, dan SDM dibentuk untuk memastikan setiap tahapan akuisisi berjalan lancar.
• Pendanaan yang Tepat: Perusahaan multinasional biasanya memiliki beberapa opsi pendanaan seperti kas internal, penerbitan saham, dan pinjaman bank. Pendanaan ini dipilih berdasarkan kondisi pasar dan keuangan perusahaan.
Kapan dan Di Mana Proses Akuisisi Ini Berlangsung?
Akuisisi biasanya terjadi dalam skala besar dengan jangka waktu yang panjang, dan sering dilakukan di wilayah yang memiliki potensi pasar berkembang. Misalnya, Pertamina mengakuisisi blok migas di Irak dan Aljazair pada tahun 2017 untuk memastikan pasokan energi Indonesia tetap aman. Pada tahun yang sama, PT Inalum menguasai 51,2% saham PT Freeport Indonesia yang memberi Indonesia kontrol lebih besar atas sumber daya alam di Papua.
Mengapa Banyak Akuisisi Gagal?
Menurut Harvard Business Review, sekitar 70-90% akuisisi gagal, sebagian besar karena perbedaan budaya perusahaan dan kesulitan dalam menciptakan sinergi yang diharapkan. Salah satu contoh adalah merger AOL dan Time Warner, di mana perbedaan budaya antara dunia digital dan media tradisional menyebabkan kegagalan integrasi. Selain itu, permasalahan SDM juga sering menjadi faktor kegagalan, seperti ketika banyak talenta kunci di perusahaan yang diakuisisi memutuskan untuk resign karena ketidakcocokan budaya.
Bagaimana Ke Depannya?
Agar sukses, akuisisi harus direncanakan dan dilaksanakan dengan hati-hati. Perusahaan perlu memahami risiko dan tantangan yang ada, terutama dalam konteks BUMN, di mana risiko politik dan hukum sering kali lebih besar dibandingkan perusahaan swasta. Proses due diligence yang komprehensif, pembentukan tim ahli, dan evaluasi budaya yang teliti dapat membantu mengurangi risiko dan meningkatkan peluang keberhasilan akuisisi.
Kesimpulannya, meskipun akuisisi merupakan strategi yang efektif untuk pertumbuhan perusahaan, risiko yang ada tidak bisa diabaikan. Perusahaan, terutama BUMN, harus mampu menavigasi risiko-risiko tersebut dengan cermat dan transparan agar dapat mencapai tujuan bisnis mereka tanpa terganggu oleh kendala non-bisnis.
Dengan penggunaan strategi yang tepat dan evaluasi yang komprehensif, akuisisi bisa menjadi langkah penting dalam memperkuat posisi perusahaan di industri, baik di dalam negeri maupun global.
Responses