Gaza

Serangan Rafah: Krisis Kemanusiaan Gaza Memuncak

Rafah kembali berduka setelah serangan Israel menewaskan lebih dari 90 warga Palestina, termasuk 36 orang di dekat pusat distribusi bantuan makanan, pada Sabtu, 19 Juli 2025. Insiden ini menjadi babak baru dalam rangkaian kekerasan yang terus menimpa Gaza di tengah krisis kemanusiaan berkepanjangan. Saat ratusan warga berkumpul untuk menerima bantuan di Rafah dan Khan Younis, tembakan pasukan Israel menghancurkan harapan mereka untuk bertahan hidup. Serangan ini juga memicu kecaman dunia internasional, termasuk dari Program Pangan Dunia (WFP), yang menyoroti rapuhnya gencatan senjata dan kegagalan perlindungan bagi warga sipil.

Distribusi Bantuan Berubah Jadi Tragedi

Puluhan warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, menjadi korban saat mereka berdesakan menunggu bantuan makanan dari Gaza Humanitarian Foundation, organisasi yang didukung AS dan Israel. Data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat sedikitnya 32 orang tewas seketika dan puluhan lainnya luka-luka di lokasi penembakan, memperkuat catatan kematian akibat serangan ke pusat bantuan selama beberapa bulan terakhir. Kondisi ini membuat pekerja kemanusiaan kewalahan menangani korban yang terus berdatangan, seperti diungkapkan sejumlah relawan kepada The Guardian.

Reaksi Dunia dan Keprihatinan Internasional

Kecaman mengalir dari berbagai organisasi internasional. WFP dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan perlindungan nyata bagi warga sipil di tengah pertempuran yang belum mereda. PBB menegaskan bahwa situasi di Rafah memburuk setiap hari, sementara bantuan kemanusiaan terhambat oleh blokade dan serangan udara. Negara-negara seperti Mesir, Turki, dan Uni Eropa menuntut Israel untuk segera menghentikan operasi militer dan menjamin akses kemanusiaan tanpa syarat. Sementara itu, kelompok-kelompok HAM mengingatkan bahwa penembakan terhadap warga sipil yang mencari bantuan melanggar hukum humaniter internasional.

Advertisements

Gencatan Senjata yang Rapuh dan Proses Negosiasi

Di tengah ketegangan, gencatan senjata di Gaza kembali diuji. Negosiasi pembebasan sandera antara Hamas dan Israel berlangsung alot tanpa hasil nyata, dengan mediator Qatar dan Mesir mencoba mempertemukan dua pihak. Namun, insiden Rafah memperuncing ketidakpercayaan di antara para pihak. Delegasi PBB yang bertugas memantau situasi menyampaikan bahwa penembakan terbaru menambah daftar panjang pelanggaran terhadap warga sipil di jalur Gaza.

Dampak Jangka Panjang bagi Warga Gaza

Serangan di Rafah tak hanya menambah daftar korban jiwa, tapi juga memperdalam trauma dan penderitaan warga Gaza. Banyak keluarga kehilangan anggota keluarga sekaligus akses ke bahan makanan pokok. Rumah sakit di Gaza melaporkan lonjakan pasien luka berat, sementara stok obat dan alat medis semakin menipis. Anak-anak dan perempuan menjadi kelompok paling rentan di tengah situasi ini. Para pekerja kemanusiaan mengingatkan, jika serangan terhadap distribusi bantuan terus terjadi, krisis kelaparan akan semakin memburuk dan mempercepat keruntuhan sistem sosial Gaza.

Respons Pemerintah Israel

Pemerintah Israel membela tindakannya dengan menyatakan operasi militer ditujukan pada kelompok bersenjata yang menyusup di antara warga sipil. Namun, bukti lapangan dan laporan saksi mata memperlihatkan korban terbanyak justru berasal dari masyarakat biasa yang mengantre bantuan. Pernyataan resmi Israel ini menuai kritik dari berbagai negara dan memperkuat tuntutan agar penyelidikan independen segera dilakukan atas insiden Rafah.

Tekanan Terhadap Masyarakat Internasional

Insiden Rafah memperkuat tekanan kepada komunitas internasional untuk mengambil langkah nyata. Berbagai media internasional, termasuk AP News dan Al Jazeera, memberitakan peristiwa ini secara luas, mendorong negara-negara dunia untuk mendorong Israel dan Hamas menghormati hukum internasional dan memprioritaskan perlindungan warga sipil. Sebagian analis menilai, tanpa intervensi kuat dari negara-negara berpengaruh, siklus kekerasan dan penderitaan warga Gaza akan terus berulang.

Peristiwa tragis di Rafah pada 19 Juli 2025 menjadi pengingat betapa rentannya warga sipil di zona konflik, terutama di tengah kegagalan perlindungan dan distribusi bantuan kemanusiaan. Krisis ini menuntut tanggung jawab nyata dari semua pihak, agar derita yang terus berulang di Gaza tidak lagi menjadi berita rutin tanpa perubahan berarti.

Related Articles

Responses