GoPro Terperosok: Dari Inovasi ke Diversifikasi yang Gagal
GoPro, yang dulu menjadi pelopor kamera aksi, kini menghadapi tantangan berat. Perusahaan yang didirikan oleh Nick Woodman ini pernah menjadi kebanggaan di industri teknologi dengan inovasi kameranya yang tangguh, ringan, dan cocok untuk merekam aksi ekstrem. Namun, masa kejayaannya kini jauh tertinggal. Pangsa pasar GoPro yang pernah mencapai 50% pada 2015 merosot tajam menjadi kurang dari 20% pada 2019. Smartphone modern yang semakin canggih dengan fitur kamera berkualitas tinggi menjadi salah satu ancaman terbesar GoPro. Keunggulan portabilitas dan daya tahan yang dulu menjadi kekuatan utama GoPro kini mulai tergeser. Meski GoPro masih terus meningkatkan kualitas video, mereka kurang beradaptasi dengan tren teknologi terbaru seperti kamera 360 derajat atau perangkat yang lebih pintar.
Awal Mula yang Menginspirasi
Nick Woodman mendirikan GoPro setelah pengalaman pribadinya saat berselancar. Ia kecewa karena kamera yang digunakannya tidak dapat merekam momen dengan baik. Dengan pinjaman USD 200.000 dari ayahnya, Woodman menciptakan kamera tahan air pertama, GoPro Hero. Produk ini dengan cepat menarik perhatian pasar, dan pada 2013, investor besar seperti Foxconn menginvestasikan USD 200 juta untuk 9% saham perusahaan. Kesuksesan GoPro memuncak saat mereka melantai di bursa saham pada 2014. Nilai sahamnya melonjak lebih dari tiga kali lipat, menjadikan Woodman seorang miliarder. Sayangnya, momentum ini tidak bertahan lama.
Ekspansi yang Berujung Petaka
Ambisi GoPro untuk diversifikasi bisnis menjadi salah satu penyebab utama kejatuhannya. GoPro mencoba merambah industri media dan drone tanpa persiapan matang. Di sektor media, perusahaan meluncurkan proyek-proyek besar seperti serial video dengan anggaran hingga USD 100.000 per episode. Namun, banyak proyek yang tidak selesai, dan divisi media akhirnya ditutup pada 2018 tanpa menghasilkan pendapatan berarti. Di sektor drone, GoPro meluncurkan Karma, tetapi produk ini dipenuhi masalah teknis. Drone yang dijual dengan harga mahal sering mengalami kerusakan saat terbang. GoPro terpaksa menarik kembali ribuan unit dari pasar, yang merusak reputasi perusahaan sekaligus membebani keuangan.
Langkah Pemulihan dengan Model Berlangganan
Menyadari kondisi pasar yang semakin sulit, GoPro memperkenalkan model bisnis baru berbasis langganan, “GoPro Plus.” Dengan layanan ini, pelanggan dapat menikmati penyimpanan cloud tanpa batas, diskon aksesori, dan fasilitas penggantian kamera. Strategi ini memberikan pendapatan stabil yang sangat dibutuhkan oleh GoPro. Pendapatan rutin dari model berlangganan membantu perusahaan mencatat keuntungan pertama mereka dalam lima tahun pada 2021, mencapai USD 371 juta. Meskipun ini menjadi tanda kebangkitan kecil, angka tersebut masih jauh dari masa kejayaan mereka saat pendapatan tahunan mencapai USD 1,8 miliar pada 2015.
Belajar dari Kesalahan
Ada tiga pelajaran penting yang dapat dipetik dari kisah GoPro. Pertama, jangan melupakan kekuatan utama saat mencoba bertumbuh. Fokus pada inovasi kamera aksi, yang menjadi akar kesuksesan GoPro, seharusnya tetap menjadi prioritas. Kedua, percaya diri itu penting, tetapi terlalu percaya diri bisa berbahaya. Harga tinggi tanpa riset yang matang, seperti pada produk Hero4 Session, membuat konsumen beralih ke pesaing. Ketiga, inovasi harus terus dilakukan untuk menjaga momentum. GoPro gagal mempertahankan keunggulan teknologinya, sementara pesaing terus menghadirkan produk yang lebih maju.
Masa Depan GoPro: Fokus atau Diversifikasi Lagi?
GoPro kini berada di persimpangan jalan. Nick Woodman harus memutuskan apakah perusahaan akan kembali fokus pada pasar kamera aksi atau mencoba diversifikasi lagi. Jika memilih diversifikasi, mereka harus belajar dari kegagalan sebelumnya dengan analisis pasar yang lebih mendalam dan kesiapan teknologi yang memadai. Namun, jika tetap fokus pada kamera aksi, mereka harus menghadapi pasar yang sudah sangat kompetitif dengan inovasi yang lebih agresif. Satu hal yang pasti, tantangan terbesar GoPro adalah menjaga keseimbangan antara ambisi untuk tumbuh dan kebutuhan untuk mempertahankan identitasnya. Jika tidak, mereka mungkin akan terus kehilangan posisi di pasar kamera aksi yang pernah mereka ciptakan sendiri.
Penutup
Kisah GoPro adalah pengingat bahwa keberhasilan di satu bidang tidak menjamin kesuksesan di bidang lain. Diversifikasi bisnis tanpa perencanaan yang matang dapat menjadi bumerang. Namun, dengan belajar dari kesalahan dan kembali fokus pada kekuatan utamanya, GoPro masih memiliki peluang untuk bangkit dan kembali menjadi pemain penting di industri teknologi.
menyedihkan sebenernya, tapi itu kenyataan, biarlah GoPro tetap berjaya untuk dimasa mendatang